Kamis, 08 Juli 2010

Teh Botol dan KeMahaAdilan

Siang cukup panas hari itu, namun memang tubuh harus melawan matahari, harus dipaksa untuk memutar turbin kendali waktu,walau tidak mampu untuk menghentikan usia dalam keabadian, namun setidaknya hal itu yang harus dilakukan, seperti kata duffrance dalam film swhanksang redemtion "sibuk untuk hidup, atau sibuk untuk mati" kata2 itu lah yang membuat dia bisa lolos dari penjara setelah 20 tahun terpenjara, yaitu menyibukan diri untuk mendapatkan kehidupan baru. dan saya pun mencoba melakukannya dengan melawan panasnya matahari jakarta yang sudah terkontaminasi dengan ribuan partikel polusi, dan saya yakin semua orang melakukan hal yang sama, walau dalam kontruksi yang berbeda...
"sibuk untuk hidup, atau sibuk untuk mati"

tidak seperti biasanya, saya memulai perjalanan dari grogol, seseorang meminta saya mengatarnya. Bus way seperti biasanya penuh sesak, makin terlihat tua tanpa pemiliharaan, beberapa dindingnya sudah mulai berkarat,AC sudah mulai tidak berfungsi dengan baik, pintu keluar-masukpun sudah terlihat semi otomatis, artinya harus di dorong dengan tangan kernetnya untuk menutup atau membukanya, kalau tidak dia hanya menutup atau membuka setengah saja, orang menyebutnya biasa indosasia, biaya proyek cukup besar namun minim pemeliharaan, ini yang menyebabkan proyek mengatasi masalah kemacetan jakarta tidak kunjung usai. Setelah mentarnya, saya pun mulai bergegas untuk menuju kantor, jam di busway menunjukan jam 13.20, saya masuk shift sore kali ini, jam 15.00 tepatnya saya harus sudah masuk ke kantor, perjalanan dari grogol sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama, mungkin bisa ditempuh sekitar 15 menit, namun karena malas untuk kembali ke kostan saya putuskan langsung ke kantor...

di busway hening..diam, panas membekukan mereka, memfreeze semangat mereka dengan sedikit hembusan pendingin, hening menjadi raja...setelah sampai di halte busway, saya turun dan kembali bertarung dengan panasnya matahari, berjalan menuju kantor, dari kejauhan terlihat tempat rindang dan tenduh, saya yakin itu bukan oase, efek dari dehidrasi dan panasnya matahri yang menstimulus otak untuk melakukan halusinasi, tempat rindang itu bukan hanya ada di modus imaginalis saya, tapi memang nyata, karena saya pernah ada di situ, walau tidak sering. di tempat rindang itu ada beberapa pedagang, biasanya ada tukang mie ayam, teh botol, gado-gado, dan batagor. namun siang itu hanya terlihat tukang gado2 dan 2gerobak penjual teh botol, saya mengenali salah satu penjual teh botol, beliau seorang ibu kira2 umurnya sekitar 50 tahun, pendek, kulit cokelat, wajah sedikit keriput, dan memakai kerudung, saya tidak kenal namanya, namun jelas kami akrab, sebuah komunikasi memang tidak memerlukan nama, dan nama adalah bagian yang sangat minor terhadap eksistensi diri, dia mengenali saya dengan apa yang ada di tubuh saya, gerak saya, mimik muka saya, begitupun sebalik saya mengenali beliau.....panggilan "ibu" sudah bisa mengakrabkan kami...saya pertama melihatnya 3 tahun lalu saat baru pertama kerja di kantor tempat saya bekerja sampai saat ini, dan gaji pertama saya pun saya belanjakan ke beliau..2 teh botol + 1 bungkus rokok Sampoerna Mild

sengaja saya percepat laju kaki saya, untuk sesegara mungkin mencapai tempat rindang itu, di bawah pohon besar tepat di pinggir jalan raya, yang pengendaranya tidak pernah mengenal kalimat "ngebut, Benjut". sampai juga saya di tempat ini, disambut dengan senyuman beliau dan sedikit sapaan

"masih kerja disini, mas? tanyanya
"iyah bu...hehehhe, susah nyari kerja" sahut saya
"wah,ibu masih jualan, dah lama yah gak ketemu?"
"iyah, klo gak jualan, makan apa saya" jawab beliau

saya hanya tersenyum, menjawab pertanyaannya, karena bukan saya yang harusnya menjawab, tapi Allah yang berhak menjawab, karena rezeki ada di tangan-Nya.

"teh botolnya dong bu,yang dingin yah bu?"

sekejap beliau memberikan teh botol yang sudah terbuka tutupnya, ditambah dengan sedotan warna putih, dan kami pun berbincang, jauh menembus panasnya matahari, membuka tirai-tirai yang sebelumnya tertutup, tirai kisah tentang pengembarannya 3 tahun ini, mulai dari di kejar satpol PP yang mengangkut gerobaknya dan dengan gagah berani beliau menceritakan tentang bagaimana beliau mempertahankan haknya dari satpol PP..hak untuk mencari nafkah yang halal, tentang suaminya yang seorang penjahit, yang suadah mulai sepi order, tentang rumah kontrakannya yang belum di bayar 3 bulan ini, tentang cita2nya menyekolahkan anaknya di stm telkom, yang biaya masuknya 9.5 juta, tentang turunnya omset penjualannya, beliau mengatakan bahwa karyawan baru saat ini berbeda dengan karyawan lama, yang kalau keluar kantor jajan, dahulu beliau bisa menghabiskan 30 botol, sekarang beliau mengatakan untuk dapat 10 botol saja susah, masih untung ada bos teh botolnya baik, karena menggunakan sistem konsinyasi kepadanya, dia bisa mengambil dulu barang, baru bayar yang laku saja kepada bosnya...saya mendengarkannya sambil sesekali menyeruput teh botol dan menghisap rokok, sesekali saya pun menanggapinya. sampai beliau meminta saya melihat tukang teh botol lain di depannya, dan mengatakan bahwa dia telah merebut lahan dagannganya, sehingga pengahasilannya menurun, beliau juga pernah mengajak saingannya itu untuk membunuhnya saja daripada merebut rezekinya

"tuh mas, dia laki2 tapi seenaknya saja merebut lahan saya, dia itu setan?" keluhnya

lagi2 saya hanya bisa tersenyum, benarkah konsep rezeki itu seperti prinsip hitung2an matematika, akan pembagian, perkalian,penambahan,pengurangan, saya rasa tidak, rezeki adalah apa yang sudah kita makan dan apa yang sudah kita pakai, dan apa yang kita simpan belum tentu adalah rezeki kita, untuk perhitunganya sperti apa, maka saya hanya percaya pada prinsip keadilan Allah bukan hitung2an ala matematika atau rumus pytagoras, dan prinsip itu hanya Allah yang mengetahui, sampai saat ini si ibu masih bertahan artinya Allah telah memberikan rezeki beliau untuk bertahan sampai saat ini, rezeki itu misteri, semisteri kematian, kita tdk tahu kapan mendapatkan dan apa yang didapatkan, yang pasti Allah sudha berjanji akan keadilan-Nya, sampai binatang melata pun tidak luput dari perhitungan rezeki-Nya, itu yang saya yakini sampai saat ini..

ah tak terasa sudah jam 14.30, artinya saya harus menyudahi pembicaraan ini, atau syaa terlambat ke kantor, tidak terasa sudah 2 botol teh botol saya beli, di dalam hati saya itu rezeki saya dan rezeki ibu, air teh botol ini telah menjadi rezeki saya, dan uang yang ibu dapat sari saya adalah mungkin rezeki ibu, kalau tidak hilang...hehhehhe

"sudah bu ah, sudah setenga tiga, saya mau kerja dulu"
"jadi berapa bu, 2 teh botol?"
"6000 aja"jawab si ibu
" ini bu uangnya, hehehe Rezeki kayak kematian yah bu..misterius, ambil saja bu"

dan si ibu pun tersenyum, saya balas juga dengan senyuman, di tambah sedikit asap yang mengepul dari mulut saya, dan saya pun berlalu pergi dari tempat rindang itu, mencoba kembali mencari rezeki, seperti jutaan orang lainnya, mencari kemahamuraan dan kemahaadilan Allah.....


 "sibuk untuk hidup, atau sibuk untuk mati"

0 comments:

Posting Komentar

 

Surga Bumi Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers