Kamis, 01 Juli 2010

si spidol ku....

17 tahun yang lalu....


saya duduk asyik di sore hari yang selalu sama, langit berubah menjadi kuning keemasan, beberapa orang lalu lalang di jalan kecil yang menghubungkan dua desa, tidak beraspal, hanya batu2 yang menonjol di permukaan, sehingga kalau naik motor serasa naik komedi yang bergoyang, namun ini lebih menyakitkan pan**t, bagi yang punya ambein mungkin ini siksaan yang paling asoooy, anak-anak kecil di gandeng ibunya sambil menangis, kupingnya terlihat sedikit merah hasil jeweran, dan yang beruntung main petak umpet dengan ibunya, mereka punya alasan yang sama--tidak mau mandi dan menyelesaikan permainan----saya sudah rapih, karena saya tidak punya keberanian lebih untuk main petak umpet dengan ibu, jika itu terjadi maka bukan kuping saya saja yang merah, tapi pan**t saya juga ikut merah, saya sudah berpakain koko dengan peci hitam, kata ibu peci itu peninggalan kakek, saya suka memakainya, walau kepala saya hilang di telan peci hitam itu

saya asyik duduk di tembok pembatas antara pelataran desa dengan jalan, tempat favorit saya, karena disana ada pohon beringin yang sudah cukup besar sebagai pengganti beringin besar dan sudha berumur mungkin ratusan tahun, tempat itu angker kata orang tua, dahulu tempat memancung anggota PKI dan setiap pagi di temukan beberapa mayat di bawah beringin itu, dan mang mista yang menguburkan mayat2 itu jadi satu lubang, itu asal muasal nama kompleks kuburan di dideoan rumah saya, tepat dibelakang SD saya, makam ketapang namanya..

beringin kecil ini lah yang membuat saya sedikit betah disini, rindang, dan yang paling asyik adalah papan nama desa yang tertancap di depannya adalah tempat saya melakukan aktifitas kreatif saya--vabdalisme--dengan bekal sebuah spidol merk snowman warna biru, yang saya beli dengan harga 700 rupiah setara dengan uang jajan saya seminggu, saya menulis beberapa kreasi dari inisial nama saya, nama sekloah saya, nama keluarga saya, dengan gaya grafiti kampungan, sejak mempunyai spidol itu, dia telah menjadi satu barang yang saya idolakan, yang menemani saya kemana-mana, yang membuat saya bahagia karena bisa mencorat-coret dinding2 yang saya temui, menjadi salah satu barang berharga saya...

sampai pada akhirnya..masih pada sore yang sama, seorang teman datang dan melihat saya mencoret-coret tembok pembatas, umurnya lebih tua dari saya, badanya juga lebih besar dari saya, dengan paksa dia meminjam spidol saya, barang berharga saya, barang yang telah menjadi separuh hidup saya, barang yang saya beli dengan mengorbankan tidak jajan selama seminggu, barang itu lepas dari tangan saya dan berpindah ke tangan teman saya, saya tidak bisa melawan, saya lemah, saya diam...

beberapa hari tanpa si spidol, hampa, lunglai dan tak bergairah walau saya tahu barang itu hanya di pinjam sementara, tapi tetap menyakitkan, tangan menjadi kaku..setelah menunggu, akhirnya waktu itu pun datang, waktu yang dijanjikan, hati saya mulai bergetar, berdegub lebih kencang dari biasanya, darah saya mengalir lebih deras,bunga2 seakan mekar di pinggiran jalan berbatu itu, dan permadani melapisinya, saya menunggu duduk disana, duduk denga tenang, dan temanku pun datang dengan langkah kecil, dia melambaikan si spidol di tangannya...ahhh itu dia...dia datang, senyum saya menjadi bentuk yang paling indah dan yang paling saya kenang sebagai keindahan sejati, seperti sang anak melihat ayahnya pulang setelah bertahun2 dberkelana, itu rasa yang sama..

dan detik-detik ketika temanku menyerahkan si spidol kepadaku akan tercatat dalam sejarah baru hidupku, dia dengan acuh dan tanpa senyum dan terima kasih, temanku memberikan dia kepada saya, ah bodoh bukan rasa terima kasih yang saya inginkan tetapi spidol itu, itu yang kuinginkan selebihnya saya tidak terlalu memikirkan. Setelah dia ada di tangan saya, dengan reflek saya membuka tutupnya, tangna saya seperti di tuntun oleh kekuatan luar diri saya untuk mulai kembali menulis di papan nama desa saya..lamat-lamat ujung si spidol mendekat kearah papan dan...tuuuut, weks..dunia menjadi runtuh..hilang dan hampa, terang menajdi gelap, cerah menajadi mendung..dan wajah saya pun berubah..menjadi lebih pucat pasih, si spidol tidak mau berfungsi, dia tidak menggoreskan tinta birunya sedikitpun..huft..spontan saya berteriak

"woi..di apanang ki spidol sampe beli nyata?woi kau apakan spidolku sampai tidak nyata?"

"bli weru, pas kita nganngo masih bisa, mene coba tek deleng!gak tahu, pas saya makai masih bisa, sini kulihat?" jawab temanku


saya berikan spidol itu, dan temen saya pun mulai mengutak-atik dengan mencoba mencoret-coretkan di dinding tembok, namun tetap tidak berfungsi, lalu dia mencoba membuka si spidol, mengambil isinya dan di jungkir balikan, lalu di pasang kembali, namun cara itu juga tidak bisa, kemudia dia mencoba lagi, kali ini lebih extream dia melepas busa yang ada di dalam isi spidol, dan seperti yang ku kira dia tidak akan bisa memasukan kembali busa tersebut, dan mati lah spidol saya menjadi beberapa bagian yang sudah tak karuan..dan temen saya pun pergi tanpa rasa berdosa dengan membuang isi spidol dan meninggalkan wajah saya yang telah nanar dengan aksinya....dan si spidol itu telah pergi, dan sejak itu saya menyimpan bara api dendam pada teman saya, sampai 3 tahun saya tidak berkomunikasi dengan dia walau rumahnya tepat di depan rumah saya, walau kita main bersama dengan teman2 yang sama, namun saya memilih diam atau menghindar ketika dia ada....trauma yang menyakitkan...


sejak itu saya mengerti, bahwa mungkin di mata kita suatu barang tidak berharga namun tidak di mata orang lain, kadang barang2 yang tidak berharga memiliki nilai yang begitu tinggi bagi seseorang baik itu secara ekonomi maupun ada keterikan emosi ataupun sejarah

0 comments:

Posting Komentar

 

Surga Bumi Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers