Kamis, 07 Oktober 2010

Sebatas Asa

Saat saya masih kecil, sekceil anak 5 SD saya bercita2 ingin menjadi guru, dan sampai saat ini pun cita-cita itu masih ada, alasan si kecil waktu itu untuk jadi guru bukanlah alasan filosofis ala karl marx melakukan aksi pembangkangan sosial terhadap kapitalisme dengan dealika yang diambil dari hegel, alasan si kecil masih sangat lugu, saya iri dengan guru yang begitu enaknya memakan makanan yang di buat oleh murid dalam praktek tata boga, atau mendapatkan kerajinan tangan kita berupa taplak meja yang di sulam oleh para murid, mereka mendapatkannya gratis dari hasil jeri payah sang murid, hahhahaha......saya iri, saya kesal, sekesal machiaveli terhadap tirani sehingga dia membuat buku tentang teori pemerintahan tiran yang menyeramkan, yang hanya bisa diimplementasikan oleh seorang hitler, itulah cita-cita awal saya menjadi seorang guru, berawal dari rasa iri, sehingga mungkin sampai saat inis aya belum ajdi guru secara formal karena ketidaktulusan niat saya menginjakan cita2...



tentu sudah berbeda alasan, ketika saya sudah beranjak naik jenjang ke kuliah, saya tetap ingin menjadi guru, tapi dengan alasan munafik ala suharto, bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, itu setidaknya yang digaungkan oleh pemerintahan suharto untuk membungkam kesejahteraan guru. di kuliah saya banyak bertemu dengan orang2 yang bercita2 tinggi termasuk ingin menjadi jutawan, mempunyai mobil bagus, rumah besar, dan segala tetek bengek standar material yang mereka sebut sebagai standar kebahagiaan, saya pun mulai mengikuti standar itu, menajdi guru bukanlah standar kebahagiaan yang bagus awalau alasan heroik melatar belakangi, saya menajdi pragmatis, heroisme di zaman ini adalah heroisme ala superman bukan heroisme ala Imam Hasan yang terpenggal di karbala



Cita-cita menajdi orang kaya secara materi menajdi tujuan saya, gambaran eksmud menari2 di kelopak mata saya, dengan dasi dan kemeja, membawa mobil mewah, dengan HP smartphone PDA ala O2, setelah lulus kuliah 6 bulan saya numpang hidup bersama paman saya, yang cukup kayak secara material, mobil ada dua, rumah cukup mewah dengan home teather, tanah dimana2, tapi entah kenapa saya melihat ada yang hampa disana, sebuah kekayaan yang sunyi, kekanyaan yang memperbudak, kekayaan yang membuat suasana menjadi aneh, ah tidak bisa saya gambarkan.......


 
Sejak itulah cita2 saya menjadi sederhana, sesederhana cita2 lugu saya, hidup di sebuah desa, menanam sayuran sendiri, mengiri sawah, menanam ubi, meminum air dari gentong, menimbah air dari sumur, dan menatap pagi dengan obor, apakah saya akan bahagian dengan segala angan itu, saya tidak tahu, setidaknya hal itu yang membuat saya menjadi tenang untuk saat ini.......entah suatu saat nanti......karena kemungkinan besar sayapun harus berdamai dengan hal2 yang akan berkaitan dengan saya, kehidupan keluarga, ekonomi, dan konteks pada zaman nanti, semoga saya berdamai bukan dengan cara yang munafik.....



 

Sabtu, 02 Oktober 2010

TV Jancukkkk!!!!

hem....berita di TV dan media eleltronik lain seminggu terakhir sangat menyedihkan, aksi kekerasan di negeri ini berjalin klindan tiada henti, perampokan di medan di balas dengan kekerasan oleh densus 88 dengan main tembak mati, lari ke penusukan pendeta di ciketing yang seenaaknya dikaitkan dengan sentimen keagamaan walau sebenarnya lebih mengarah ke sentimen kesukuan serta rasa terganggunya kondisi soisal masyarakat terhadap suatu komunitas , tarakan ikut memanas dengan bentrok berdarah, kemudian jl.ampera dipenuhi preman dan cincangan daging antar preman, dan terakhir pembakaran rumah pemukiman ahmadiyah di cilada,bogor, yang berpotensi menjadi kisruh toleransi beragama....



ada apa ini? sesaat yang lalu saya mendengar sebuah perbincangan menarik para sosiolog di TV, yang menarik perbincangan tersebut menawarkan sudut pandang yang berbeda, sebuah sudut pandang yang tidak biasa, tidak memandang kelompok mana yang salah kemudian dengan mudahnya menarik konklusi kemasalah keragaman dan keberagamaan, walau hanya sedikit hubungannya tetap dipaksakan. Dalam perbincangan tersebut mncoba membuang embel-embel yang melekat pada kelompok yang bertikai, mencoba menempatkan manusia sebagai satu dimensi sebagai mahluk sosial yang berada dalam konteksnya, kejadian2 kekerasan adalah sebuah ekses atau akibat dari depresi relatif yang terjadi pada diri manusia sebagai mahluk sosial itu kata mereka, dimana harapan yang semakin tinggi namun dalam realitas sulit untuk menjangkaunya, dan kesulitan menjangkau harapan-harapan inilah yang menyebabkan frustasi, lagi-lagi media menjadi salah satu corong utama dalam memberikan efek-efek imajinasi dengan semiotic power yang ada media menstimulan fikiran manusia untuk melihat sebuah bentuk manipulatif dan imajinatif menjadi sebuah harapan, manusia menjadi hidup dalam dua dunia yang bersebrangan, ketika dia duduk didepan tv,membca katalog, koran, mereka hidup dalam sebuah dunia imajanisi yang mendesak mereka untuk menariknya kedalam dunia realitas mereka, dan ketika mereka bergerak ke dunia realitas maka mereka menemukan ketidakmampuan realitas menarik dunia imajinasi itu. Masih bingung, baik saya contohkan, ketika kalian melihat TV, kalian akan di serbu oleh dunia yang sebenarnya tidak kalian rasakan dalam sebuah realitas, iklan2 memberikan penawaran pemutih wajah denga model yang dari sananya cakep,putih, dan ditambah efek video, kalaupun si artis tidak menggunakan produk itu, dia akan tetap cakep, sedangkan kalian, yang semisal berkulit hitam dan ingin putih, produk ini terus mencekcoki psikologi kita untuk menumbuhkan harapan untuk menjadi putih, dan ketika kita lihat kemampuan ekonomi kita yang tidak mampu membeli produk tersebut secara realita, maka timbulah frustasi tersebut,ini baru satu realitas ekonomi saja, belum pada konteks2 dimensi lain yang akan memperparah frustasi....di sinetron kita bisa melihat bahwa cowok keren itu, putih, ganteng, six pack, bawa mobil, kaya, dengan baju bermerk, rambut klimisi, tidak berjerawat dll, begitupun cewek, apakah stadar imajinasi itu bisa diterapkan dalam semua realitas manusia, bagaimana yang gendut, bagiamana yang hitam....apakah mereka tidak keren...yah imajinasi manipulatif inilah yang membentuk depresi relaitif dalam hubungan sosiologi manusia, kita akan menjadi frustasi karena ketidakmampuan kita dalam merealisasikan standar-standar harapan yang diberikan oleh media...manusia menjadi lebih labil secara psikologi, lebih mudah marah, lebih mudah panas, dan amarah-amarah ketidakmampuan untuk membumikan realita imajinatif tersebut membutuhkan penyaluran, dan kekerasan yang lagi-lagi ditunjukan oleh media mampu menjadi contoh bagi mereka yang ingin melepaskan amarah ketidakmampuan tersebut, dan hal ini diperparah dengan prilaku elit politik bangsa yang menyebalkan lebih senang berkutat dengan rebovasi gedung DPR, dan aspirasi, Jalan2 keluar negeri, anggaran pesolek yang begitu wah, yang jelas melukai rasa keadilan masyarakat, media adalah sebuah konspirasi besar, sebuah revolusi besar, yang mengontrol manusia hanya melalui kotak elektornik, tidak perlu memasukan chip ke otak manusia ala film2 holywood untuk mampu mengkontorl manusia, cukup berikan mereka kotak elektronik tersebut di ruang tamu mereka, maka biarkan dia bekerja dalam mengontol manusia, lagi2 saya mengerti bahwa simulacra mampu membuat tatanan manusia berubah drastis, bukan hanya sebuah teori imajinatif yang sbelumnya saya pahami, berapa dari kita yang akhirnya begitu lelah mengejar imajinasi yang di tawarkan, berapa dari kita yang bisa menahan diri untuk membeli sebuah Blackberry, dan berapa persen dari rakyat Indonesia ini yang mampu membeli blackberry dan berlangganan service Blackberry, berapa dari yang ingin sekeren mike lewis atau bradd pitt namun tidak punya modal, atau berapa dari wanita yang menginginkan tubuh seperti angelina jolie, berbibir sensual, berkulit putih, berdada besar, berpinggul bohay ,namun juga tidak punya modal untuk operasi plastik, dan saya juga semakin mengerti bahwa mematikan TV adalah suatu usaha untuk kita tetap hidup dalam realitas...matikan TV anda sekarang!!!!
 

Surga Bumi Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers