Senin, 21 Desember 2009

keinginan yang tak terbendung

dari:adipia

Sore tadi aku menyempatkan diri untuk mencuri beberapa keperluan mandi di suatu supermarket yang ku datangi. Berniatkan untuk sedikit menghilangkan alasan yang membuatku begitu jarang atau lebih tepatnya tak teratur untuk menyempatkat diri membilas badan dengan sabun. Sabun, pasta gigi, dan sabun wajah. Perlengkapan yang tak terlalu aku butuhkan. Kita seperti hidup di dunia pasca orgasme, tak tahu lagi apa yang kita inginkan. Sedangkan kebutuhan diri semakin samar tak diketahui, daisamarkan oleh billboard, majalah, liflet catalog harga, starbuck, benda-benda di etalase. Sehingga sebuah pertanyaan sesederhana, “apa yang kau butuhkan?”, menjadi sebuah pertanyaan yang selalu menyisakan keraguan. Apakah ini karena sekarang ini kita semakin tak mengenali diri kita sendiri?
Faktanya adalah, sore tadi aku mencuri. Mencuri sesuatu yang tak terlalu aku butuhkan – bukan sebuah masalah untuk tidak mandi dengan sabun karena air  pun cukup bisa membersihkan, aku bisa mendapatkan pasta gigi dari teman kosan yang merasa tak keberatan jika kita saling bertukar apa yang kita butuh. Mencurinya karena aku seperti senang jika berhasil mencuri di supermarket, mendapatkan apa yang di inginkan tanpa melalui lingkaran setan jual dan beli.
Mungkin jika aku tertangkap, para pekerja supermarket akan merasa senang karena salah satu pencuri penghasilan mereka telah tertangkap, mungkin para manajer operasional akan menceramahiku bahwa pencurian adalah bentuk penindasan kepada para pekerjanya yang terpotong gajinya akibat kerugian pencurian. Ato mungkin aku di laporkan pada keamanan, dipukuli, dan dikenakan biaya denda sepuluh kali lipat dari harga benda yang aku curi. Atau mungkin dipenjarakan beberapa hari jika aku tak mampu membayarnya.
Semuanya tampak keliru, karena sebenarnya yang mencuri penghasilan para pekerja adalah para majikannya. Para manajer hanyalah orang yang pandai berdalih, karena meraka sama sekali tak terlalu mempedulikan para pekerjanya- seberapa banyak manajer yang mengenal dengan baik para pekerjanya yang merasakan ketidakpusan akibat pengabdian hidup kepada perusahaan?- yang para manajer pedulikan adalah profitabilitas, pertumbuhan ekonomi perusahaan, harga aset. Semua jenis insentif yang diberikan oleh perusahaan adalah semata-mata demi perusahaan. Tak peduli itu dengan seberapa canggih manajemen sumber daya manusiannya, seberapa besar insentif yang dikeluarkannya untuk pekerja, seberapa ramahnya pihak personalia. Itu semua tidak lah diberikan secara cuma-cuma, adalah sebuah harga untuk membeli hidup pekerja. Pihak manajerial tak pernah terkena pemotongan gaji akibat pencurian. Aku mempelajari ini dari perkuliahan yang aku dapat sebagai mahasiswa manajemen di fakultas ekonomi. Sebuah prinsip ekonomi, “pengeluaran sedikit-dikinya demi keuntungan tertentu, pengeluaran tertentu demi keuntungan yang sebesar-besarnya”. Ato mungkin jika aku dikenakan denda sepuluh kali lipat, atau mendekam di tahanan untuk beberapa hari, semakin jelas lah bahwa ini semua hanya tentang profit. Sampai kapan kita terus menjual hidup? Tetapi ini tak akan terjawab selama hidup kita masih berada dalam dunia pasar, dimana aktifitas yang mengisi didalamnya hanyalah menjual dan membeli.

Source:http://manikdanmaya.wordpress.com/

0 comments:

Posting Komentar

 

Surga Bumi Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers