Kamis, 20 Januari 2011

Saya Dan DENSUS

Perbincangan panjang itu memang telah meluluhkan rindu, gelak tawa, serta diskusi berat dengan pembawaan ringan telah membawa kami kembali ke sebuah waktu dimana kita melakukan hal itu setiap hari, tidak banyak berubah kecuali perbincangan tentang mereka istri atau anak-anaknya, yang dahulu adalah pembicaraan khayalan dan harapan, kini telah menjadi sebuah kenyataan.....

Namun memang kita kembali tidak bisa membeli waktu, pembicaraan hangat itu akhirnya harus diakhiri dengan seteguk kopi yang dihidangkan tuan rumah, kemudian satu-persatu kami pergi, kembali menyelami hari-hari.....itu pertemuan singkat saya dengan sahabat2 lama...jika ada yang berfikirian kami sekian lama berpisah dan tidak berkomunikasi, salah, kami sering melewatkan komunikasi di dunia maya, dunia penuh kebohongan, dunia manipulatif, bercengkaram dengan suara palsu yang dikirimkan melalui frekuensi nirkabel, atau sekedar bermain dengan text di dunia itu, satu hal yang menajdi pelajaran, tidak ada yang lebih indah dari  sebuah pertemuan ragawi.......

Perjalanan panjang pulang pun dimulai, sekitar jam 22.00 saya pulang dari pertemuan indah itu, sembari ditemani hujan, angkot yang saya tumpangi hanya diisi oleh 3 penumpang dan satu-satu mereka turun tinggal saya sendiri, untuk menhana dingin saya mengepulkan asap rokok yang sedari tadi saya tahan karena rasa tidak enak ddengan penumpang lain, walau jelas, saya kedinginan dengan modal selembar kaos di badan dan suhu udara depok tidak jauh berbeda dengan bandung, namun memang, kadang etika lebih utama dari sebuah keegoisan belaka, walau harus sedikit menderita..bukankah itu adalah sebuah bumbu yang biasa didramatisasi dalam hikayat2

Saya melamun, meresapi kembali tentang diskusi kami yang ngalor-ngidul, namun dari sekian banyak topik diskusi, fikiran saya memilih sebuah topik yang dari tadi terus membuat saya gundah, topik yang berawal dari penangkapan seorang teman oleh pasukan anti teror, densus 88, saya tidak mengenal dia langsung, dia diringkus di solo. sudah lebih sebulan dia dipenjarakan dengan tuduhan menyimpan peluru, seorang teman bercerita mengenai keadaannya serta intimidasi yang dilakukan oleh densus 88 terhadapnya, yang memang jauh dari nilai kemanusiaan, kamipun bersama sepakat bahwa ALL DENSUS ARE BASTRAD, tentu bukan karena perlakuan itu diterima oleh sahabat kami, namun memang tindak-tanduk densus kadang terlalu over acting, melakukan pengrebegan, melakukan tembak mati ditempat, maslah intimidasi di penjara mungkin sudah menjadi rahasia umum di sebuah institusi penegak hukum

Saya termenung...
Kemudian mencoba berandai-andai......

andai saya berada di di posisi Densus, apakah saya akan melakukan hal yang sama?
tentu ini bukan hanya sekedar pertanyaan yang lantas dijawab dengan bilang "tidak" tanpa memperhitungkan semua  konteks  dan situasi yang melingkupi si densus, tentang fikirannya mengenai tekanan yang dilakukan oleh atasan mentasnamakan SOP, tentang menghidupui keluarganya, tentang ketidaktahuan dia akan hukum islam, ketidakmampuan dia untuk melawan sistem, dan segala bla..bla..blaa lainya...

dan tentu juga pengandaian itu juga bukan untuk memaklumi apalai membenarkan semua tindakan tersebut, tapi pertanyaan dari pengandaian tersebut adalah sebuah cambuk bagi saya, karena pada dasarnya banyak dari kita berada dalam posisi yang sama dengan sang densus, posisi  kita seperti berada pada bagian dimana kita tidak bisa memilih dan tunduk, ah kasus kecil saja, kita mengetahui bank adalah institusi riba, namun saya dan mungkin yang lain masih memiliki rekening di institusi tersebut dimana sebenarnya telah melanggengkan instuti itu...sebuah intitusi yang telah membunuh banyak manusia, yang telah menghancurkan sebuah negara, jika saya dianggap terlalu mengada-ada, saya kasih contoh...bukankah bank dunia adalah sebuah institusi yang menghancurkan negara2 berkembang mejadi negara yang chaos, yang akhirnya menjadi tragedi kemanusiaan....atau hal2 lain kita tidak bs pergi ke sebuah medan perang sesungguhnya di negeri dimana muslim dibantai, kita terus bekerja pada perusahaan2 yang mungkin mendanai pembantaian tersebut, dan kita berujar bahwa ini untuk menghidupi anak istri, bukankah menjadi sebuah alasan yang sama pada konteks yang berbeda ketika densus menjawab pertanyaan

"kenapa mereka tidak keluar dari kesatuan itu?"

yang mungkin mereka pahami bahwa membela negara adalah bagian dari sebuah nilai ibadah, ketika mereka menjawab pertanyaan tentang sebuah landasan keagaman, dan kita akan pandai untuk membantah semua alasan-alasan tersebut dengan ratusan dalil......namun untuk semua itu kita berada dalam posisi yang sama den, kecuali mereka yang melepas semua tetek bengek tekanan dan memasrakan hidupnya hanya kepad ALLAH...berada di jalan-Nya.........

saya sedikit melankolis malam itu...tapi benar adanya setidaknya bagi diri saya sendiri "BAHWA SAYA(KITA) TIDAK BERBEDA DENGAN DENSUS"!!!!!!!

1 comments:

Sundawi on 27 Januari 2011 pukul 23.41 mengatakan...

Gak tau nih kang, sekarang teh saya lagi punya hipotesis kalo kerja-upahan dalam perspektif Islam itu equivalen dengan slavery. Secara, kerja-upahan itu baru muncul seiring dengan kemunculan kapitalisme. Sedangkan, setau saya, waktu Islam mulai dikenalkan kepada khalayak kapitalisme belum lahir (bahkan merkantilisme, fisiokratisme, atau pun feodalisme belum lahir. Tapi kayaknya kalo merkantilisme baru mulai-mulai berkembang). Dan hukum fiqih yang bisa disamain dengan kerja-upahan kayaknya hukum ttg slavery. (wa Allahu a`lam. Kritik saya kalo salah)

Sekarang saya lagi mikir gimana caranya menciptakan kerja yang menyenangkan, yang nggak akan menyita seluruh waktu dan perhatian kita. Biar kita nggak terlena oleh kerja (alienasi mun cek bahasa kiri mah).

Mungkin, satu konsep yang ditawarin ke saya teh... kerja dalam sebuah syirkah (kolektif?) di mana setiap orang yang terlibat kerja di dalamnya berada pada posisi setara (nggak ada terma buruh-majikan) walaupun semacam koordinator tetep ada; nggak ada yang pasif nggak kerja sambil nyuruh-nyuruh (soalnya semua yang terlibat dalam syirkah harus bareng-bareng kerja)...

Dan kolektif-kerja kayak gitu pernah berkembang saat sebelum kapitalisme lahir.

Posting Komentar

 

Surga Bumi Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers